kalimati yang mendera

.
.
KALIMATI YANG MENDERA
.
Kala itu di Kalimati di suhu antara 6 - 7 °C, pada jam 16.05 WIB kita lengkap menyelesaikan jalur dengan kombinasi antara api, abu, asap dan Edelweiss, antara Ranu Kumbolo dan Kalimati.
.
Masih terasa pedih di mata dan hati kita akan savannah dan Oro Oro Ombo, masih terasa segar dan hijaunya Blok Jambangan, Simpan !!! simpan semua itu untuk sementara, karena baru satu tenda yang berdiri, belum tau siapa yang akan mengambil air di Sumber Mani, belum tau siapa yang akan masak sebelum acara kunyah-mengunyah dimulai dan segala tetek-bengek persiapan menjelang malam belum dimulai. Hanya dalam hitungan menit suhu anjok dan tubuh semakin gigil, hanya sebelum matahari terbenamlah sebaiknya kita telah menyelesaikan hal - hal tersebut.
.
Gaple, Ulfa, Fai dan Patua akhirnya kembali dari Sumber Mani dengan ± 35 liter air bersih yang rencananya untuk kebutuhan sampai besok pagi. Surya, Teddy, Kiting dan Rangga harus sigap membedah semua ransel untuk persiapan kebutuhan malam. Dengan bijaksana mentari terbenam di ufuk barat pada jam 17.05 WIB dan meninggalkan suhu gigil antara 4 - 5°C dan semakin membekukan.
.
Saat itu Kalimati dihuni oleh sekitar 4 tim pendakian yang tersebar dipinggiran hutan pinus bagian utara puncak Mahameru. Terlepas dari kebekuan dan deru angin yang harus kita nikmati, hangatnya makanan super lezat dan bergizi disiram oleh kopi atau teh akhirnya membuat usus dan lambung kita kembali berfungsi seperti sebelumnya. Canda - ceria satu demi satu bermunculan membuat suasana mematikan di Kalimati berubah hangat dan akrab, dilanjutkan dengan briefing evaluasi singkat antara Surya dan empat anggota tim yang memang selalu kaku (Fai, Rangga, Kiting dan Patua).
.
Beberapa pokok bahasan evaluasi bergulir dalam tenda berwarna biru tersebut, mengapa tadi kalian sangat terlambat ? Apakah kamu - kamu tau kalau di Kalimati suhu dan angin sangat tidak bersahabat ? Apakah kamu tau bahwa kita harus beristirahat sebelum pemuncakan ? Adalah pertanyaan - pertanyaan Surya untuk empat bekecot tersebut. Tadi, Patua sangat lemas sehingga yang lain harus menunggu. Sorry kalau kami jauh tertinggal, adalah jawaban yang disampaikan Rangga, Fai dan Kiting. Sementara Patua hanya terdiam sambil berusaha bertahan dari gigitan dingin yang sangat.
.
Tarik ulur persiapan pemuncakan (summit attack) terjadi. Ironis, dengan segudang logistik dan berbagai tingkat pengalaman yang ada dibelakang kita, seakan membuat setiap dari kita merasa benar. Banyak petulangan klasik mengajarkan kita 2 (dua) hal yaitu pertama, mengkoordinir atau dikoordinir. Kedua, terbiasa atau tidak terbiasa. Tidak ada pintar atau bodoh, tidak ada kuat atau lemah, tidak ada aku, kau atau dia, yang ada hanya kita. Masihkah kita harus mempertahankan ego kita disaat kita berada ditengah kebekuan dan deraan Kalimati ? Ditengah alam antah-berantah yang serba diluar kemampuan kita, kita di-didik untuk siap mengikat tali sepatu dengan jari jemari yang menggigil, mengunyah makanan dingin saat tenggorokan kita merindukan kehangatan, mematuhi jadwal - jadwal padat ketika mata mulai tak berkompromi dan punggung serasa muak dengan beban diransel dan yang terpenting adalah kita harus bisa menjaga hangatnya bara semangat kebersamaan ditengah kebekuan suhu dan terpaan angin yang mendera dengan teramat sangat... di Kalimati !
.
~
.
.